Konten Sederhana Bisa Viral

Tulisan ini saya buat untuk menambahkan, menanggapi dan melengkapi jawaban dari pertanyaan salah seorang peserta pelatihan pembuatan konten bagi siswa difabel belum lama ini.

Pertanyaan menarik muncul dalam pelatihan pembuatan konten bagi siswa difabel belum lama ini: “Bagaimana agar konten sederhana yang kita buat bisa viral?”

Ini pertanyaan penting, karena banyak orang merasa harus punya alat mahal atau kemampuan editing tinggi agar kontennya dilihat banyak orang. Padahal, viralnya sebuah konten tidak selalu tergantung pada peralatan, tapi lebih pada ide, ketulusan, dan keunikan pesan yang disampaikan. Siapa pun bisa membuat konten yang menyentuh hati banyak orang, termasuk pelajar, mahasiswa, bahkan mereka yang baru belajar.

Langkah pertama agar konten bisa viral adalah memilih tema yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya, tentang semangat belajar, perjuangan menjalani hidup sebagai difabel, pentingnya bersyukur, atau pengalaman pribadi yang menyentuh. Konten yang jujur, otentik, dan berasal dari pengalaman nyata akan lebih mudah menggerakkan perasaan penonton. Mereka merasa relate, merasa terwakili, dan akhirnya membagikan konten tersebut ke teman-teman mereka. Inilah awal dari konten viral.

Hal berikutnya yang penting adalah menyampaikan pesan dengan sederhana dan jelas. Jangan berputar-putar atau terlalu banyak kata sulit. Gunakan bahasa sehari-hari yang ramah dan mudah dimengerti. Jika kamu bicara dengan suara, pastikan intonasi kamu ramah dan tidak terburu-buru. Kalau kamu pakai teks, pastikan ukurannya terbaca jelas dan tidak terlalu cepat tampilnya di layar.

Durasi juga menjadi bagian penting. Berdasarkan pengalaman dan data media sosial saat ini, durasi ideal untuk konten yang berpotensi viral adalah 30 detik sampai 1 menit. Untuk platform seperti TikTok dan Instagram Reels, video pendek jauh lebih efektif karena mudah ditonton sampai habis dan cepat dibagikan. Jika kontennya menarik, orang akan menonton berulang kali. Tapi kalau memang dibutuhkan, durasi 2-3 menit juga bisa, asal isi tetap padat dan tidak membosankan.

Buat pembukaan yang langsung menarik perhatian dalam 3–5 detik pertama. Misalnya, mulai dengan pertanyaan, kalimat unik, atau adegan yang langsung menyentuh emosi. Banyak orang memutuskan untuk lanjut atau skip video hanya dalam hitungan detik pertama. Maka, bagian pembuka sangat penting untuk menciptakan rasa penasaran. Setelah itu baru masuk ke isi utama, dan akhiri dengan ajakan atau pertanyaan yang mengundang komentar.

Gunakan elemen visual dan audio yang mendukung, tapi jangan berlebihan. Tambahkan musik latar yang sesuai dengan suasana video. Pilih warna tulisan yang kontras dengan latar belakang. Jika kamu menggunakan subtitle, pastikan ukurannya cukup besar. Untuk teman-teman difabel, ini juga penting agar konten lebih ramah dan bisa diakses oleh semua kalangan, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus dalam membaca atau mendengar.

Jangan lupa untuk mengajak audiens berinteraksi, seperti dengan pertanyaan, ajakan memberi komentar, atau minta mereka membagikan pendapat. Konten yang mengundang interaksi cenderung akan disebarkan lebih luas oleh algoritma media sosial. Selain itu, jawaban atau komentar dari penonton bisa menjadi bahan untuk membuat konten lanjutan. Jadi, konten kamu akan terus hidup dan berkembang.

Terakhir, ingat bahwa viral itu bukan tujuan utama, tapi bonus dari konten yang dibuat dengan niat baik dan pesan yang tulus. Jangan sedih kalau kontenmu belum banyak dilihat orang. Tetap konsisten membuat dan membagikan karya, karena seiring waktu kamu akan belajar, berkembang, dan menemukan gaya khasmu sendiri. Konten yang viral adalah konten yang menyentuh hati, bukan sekadar yang ramai atau sensasional.

Selamat membuat konten yang bukan hanya tontonan, tetapi juga tuntunan.